Rekontruksi Nilai-Nilai Konsep Tritangtu Sunda Sebagai Metode Penciptaan Teater Ke Dalam Bentuk Teater Kontemporer

Rekontruksi Nilai-Nilai Konsep Tritangtu Sunda Sebagai Metode Penciptaan Teater Ke Dalam Bentuk Teater Kontemporer

Authors

  • Tatang Rusmana Jurusan Teater. Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Padangpanjang

DOI:

https://doi.org/10.31091/mudra.v33i1.314

Keywords:

Tritangtu Sunda, Wawacan Nata Sukma, Beluk, Teater Kontemporer

Abstract

Konsep filosofi Tritangtu Sunda, sebagai falsafah hidup masyarakat Sunda di Kabupaten Bandung. memiliki tiga makna penting tentang pembagian dunia, tiga dunia itu yakni Buana Nyungcung (Dunia Atas, simbolnya; Langit, Air, dan Perempuan), Buana Larang (Dunia Bawah, simbolnya; Bumi, Tanah, dan Laki-laki), dan Buana Pancatengah (Dunia Tengah, simbolnya; Batu, Manusia, Laki-laki dan Perempuan). Tritangtu Sunda merupakan perspektif penyatuan tiga dunia dalam kehidupan masyarakat petani. Penyatuan tersebut yaitu perkawinan Buana Nyungcung dengan Buana Larang, dan Buana Pancatengah-lah yang menyatukannya. Konsep Tritangtu Sunda berpengaruh terhadap seni tutur Wawacan yang lazim ditampilkan ke dalam Seni Beluk. Wawacan inilah yang ikut membentuk pikiran kolektif masyarakat Sunda. Wawacan yang menjadi sumber penelitian disertasi ini adalah “Wawacan Nata Sukma†yang ditulis anonim oleh masyarakat Banjaran, Kabupaten Bandung tahun 1833 M (abad ke-19) dalam masa “tanam paksa†untuk menanam kopi di Pangalengan. Tritangtu Sunda  akan difungsikan sebagai perangkat penciptaan seni teater berbasis teater kontemporer (terutama penyutradaraan). Penelitian menggunakan penajaman teori resepsi Isser, untuk mengaktualisasikan karya dengan cara yang berbeda, karena tidak ada tafsir tunggal yang benar (Culler, 2003). Pendekatan lain pendapat George Land dari teori transformasi, diartikan sebagai sebuah kreasi baru atau perubahan ke bentuk yang baru baik secara fungsi maupun strukturnya. “To transformâ€, berarti mengkreasikan yang baru yang belum pernah ada sebelumnya, transformasi juga bisa berarti perubahan “polapikirâ€. Perangkat penelitian menggunakan metoda yang disarankan Schechner (2002 dan 2004) dan metode mise en scene yang dirumuskan oleh Patrice Pavis. 

The concept of the Sunda Tritangtu philosophy, is the life philosophy of the Sundanese community including in Bandung regency. Derived from this philosophy are three important meanings of the division of the world, the three worlds are Buana Nyungcung (Upper  world, its symbols: Heavens, Water, and Woman), Buana Larang (Underworld, symbols; Earth, Land and Man), and Buana Pancatengah (Middle world, symbol: Stone, Man, Man and Woman). The Sundanese Tritangtu is the perspective of the unification of the three aforementioned worlds in peasant life. The union is the marriage of Buana Nyungcung with Buana Larang, and Buana Pancatengah is the one that unites it. The concept of the Sundanese Tritangtu influences the art of Wawacan speech that is commonly integrated into the art of Beluk. Wawacan is a contributing factor in what helped shape the collective minds of the Sundanese people. Wawacan, which is the source of this dissertation research, is "Wawacan Nata Sukmaâ€, written anonymously by Banjaran society, Regency of Bandung in 1833 AD (19th century) during "Cultuurstelsel" to grow coffee in Pangalengan. Sunda Tritangtu functions as a tool for the creation of theater based contemporary theater modalities (especially directing). This research uses Isser's reception theory, to actualize the work in different ways. There is no single correct interpretation (Culler, 2003). Another approach of George Land's opinion of the theory of transformation, defined as a new creation or change to a new form both in function and structure. "To transform", means creating a new one that has never existed before, transformation can also mean a change of "mindset". The research used Schechner's method (2004 and 2004) and the mise en scene method formulated by Patrice Pavis.

Downloads

Download data is not yet available.

References

Ahimsa-Putra, Heddy Shri. (2001), Strukturalisme Lévi-Strauss Mitos dan Karya Sastra, Galang Press, Yogyakarta.

Anirun, Suyatna. (2002), Menjadi Sutradara, STSI Press Bandung. Studiklub Teater Bandung bekejasama dengan PUSLITMAS STSI Bandung

Brockett, Oscar. (1999). History of the Theatre.London, Allyn and Bacon Comp.

Brockett, Oscar G. (1988), The Essential Theatre, Fourth Edition, Holt, Rinehart and Winston, Inc, USA.

Ching, Francis D. K. (2007), Architecture; Form, Space, and Order, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Culler, Jonathan, (2003), Barthes, terj. Ruslani, Yogyakarta: Penerbit Jendela

Damono, Sapardi Djoko. (2012), Alih Wahana, Edisi Revisi Pertama 2012, Editum

Djelantik, A.A.M. (2002), Estetika Sebuah Pengantar, MSPI. Bekerjasama dengan kuBuku, Bandung.

Ekadjati, Edi S, (2014), Kebudayaan Sunda, Suatu Pendekatan Sejarah, PT Dunia Pustaka Jaya, Bandung.

Hays, K. Michael. (1998), Architecture Theory-Since 1968, Massachusetts, USA: Colombia Book of Architecture.

Holt, Claire. (2000), Melacak Jejak Perkembangan Seni Di Indonesia. Bandung: arti.line.

Husein, Fathul A. (2017), Teater Payung Hitam Dan Transgresi Kuasa Tubuh, dalam Kumpulan Makalah Diskusi “Tubuh Teater Tubuh†Peringatan 34 Tahun Teater Payung Hitam, Bandung.

Hutcheon, Linda. (2006), A Theory of Adaptation, London and New York: Routledge Taylor& Francis Group.

Isser, Wolfgang, (1978), The Act of Reading; A Theory of Aesthetic Response, London: The Johns Hopkins University Press.

Kernoddle George.R. (1967). Invitation of the Theatre, Harcourt, Brace & World, Inc, USA.

K.M, Saini. (2002), Kaleidoskop Teater Indonesia. STSI Press Bandung, Lembaga Penerbitan PUSLITMAS STSI Bandung.

____________. (2000), “Teater Indonesia, Sebuah Perjalanan dalam Multikulturalismeâ€. Dalam Nur Sahid (ed.). Interkulturalisme dalam Teater. Yogyakata: Yayasan Untuk Indonesia (YUI).

____________ . (1988), Teater Indonesia dan Beberapa Masalahnya. Bandung: Bina Cipta.

Land, George, (1973), Grow or Die; The Unifying Principle of Transformation, New York, USA: Random House.

Mitter, Shomit. (2002), Stanislavsky, Brecht, Grotowski, Brooks. Sistim Pelatihan Lakon, Terjemahan; Yudiaryani, Diterbitkan atas Kerjasama MSPI dan arti, Yogyakarta.

Murgiyanto, Sal. (2016), Pertunjukan Budaya dan Akal Sehat, Fakultas Seni Pertunjukan-Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Kerjasama dengan SENREPITA, Yogyakarta.

Nalan, Arthur S. (1998), Mencipta Teater, Sebuah Pengantar Memahami Teater dan Antalogi Naskah Lakon, CV. Geger Sunten, Bandung.

Nalan, Arthur S. (2006), Teater Egaliter. Bandung. Sunan Ambu Press.

Pavis, Patrice. (1992), Theatre at the Crossroads of Culture, London: Routledge.

Rosidi, Ajip. (1966), Kesusastraan Sunda Dewasa Ini, Jatiwangi: Cupumanik.

Rusmana, Tatang. (2011), Makrokosmos Parahiangan dalam Drama Kidung Jakabandung dalam Narasi Metaforik, Strategi, dan Elanvital, Jurnal Ilmiah Seni & Budaya, Panggung, Vol.21 No.3, STSI Bandung.

Sabur, Rachman. (2017), Reportase Tubuh, dalam Kumpulan Makalah Diskusi

“Tubuh Teater Tubuh†Peringatan 34 Tahun Teater Payung Hitam, Bandung.

Schechner, Richard. (2004), Performace Theory, London dan New York: Routledge.

_________________. (2002), Performace Studies: an Introduction, London: Routledge.

_________________. (1994), Environmental Theatre An Expanded New Edition including “Six Axioms For Environmental Theatreâ€, Applause, New York, London.

Sumardjo, Jakob. (2015), Sunda Pola Rasionalitas Budaya, Kelir, Bandung.

______________. (2014), Estetika Paradoks, Kelir, Bandung.

______________. (2013), Simbol-Simbol Mitos Pantun Sunda, Kelir, Bandung.

______________. (2003), Simbol-Simbol Artefak Budaya Sunda , STSI Press, Bandung.

Suyono, Seno Joko, (2015), Tradisi dan Mitologi Kita: Dari Schechner sampai Julie Taymor, dalam Pendidikan, Birokrasi Seni dan Pergulatan Teater Timur & Barat, 80 Tahun A Kasim Achmad, Pentas Grafika: Jakarta.

Wijaya, Putu. (2004), “Teater Tanpa Lakonâ€, dalam Teater Payung Hitam, Persepektif Teater Modern Indonesia, Kelir, Bandung.

Yohanes, Benny. (2013), Teater Piktografik, Migrasi Estetik Putu Wijaya dan Metabahasa Layar, Cipta, Dewan Kesenian Jakarta.

Yudiaryani. (2015), WS Rendra dan Teater Mini Kata, Galang Pustaka, bekerja sama dengan Istitut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.Yogyakarta.

_________. (2012), Membaca Pendidikan Seni dan Budaya Melalui Pergeseran Paradigma Seni Pertunjukan Teater. Pidato Ilmiah dalam rangka Dies Natalis ISI Yogyakarta ke XXVIII. 30 Mei 2012.

_________. (2002), Panggung Teater Dunia. Yogyakarta. Pustaka Gondho Suli.

Yunus, Umar, (1985), Resepsi Sastra: Sebuah Pengantar, Jakarta: PT Gramedia.

Downloads

Published

06-03-2018

How to Cite

Rusmana, T. (2018). Rekontruksi Nilai-Nilai Konsep Tritangtu Sunda Sebagai Metode Penciptaan Teater Ke Dalam Bentuk Teater Kontemporer. Mudra Jurnal Seni Budaya, 33(1), 114–127. https://doi.org/10.31091/mudra.v33i1.314

Issue

Section

Articles
Loading...